Mungkin istilah "wabah" dalam uraian ini kurang tepat. Namun saya bermaksud menunjukkan bahwa persoalan yang akan saya kemukakan ini sudah menjadi "gejala negatif" yang melanda para pengguna bahasa Indonesia secara tertulis. Berdasarkan pengalaman saya mengajar di beberapa sekolah di beberapa kota dan pengamatan saya di setiap lingkungan tempat saya tinggal, sangat membuktikan menggejalanya wabahtersebut. Persoalan tersebut berkaitan dengan penggunaan singkatan yang memprihatinkan dan perlu mendapat perhatian untuk dicegah.
Beberapa contoh berikut ini saya kutip dari catatan pelajaran milik murid-murid saya:
(1)Pengalaman pribadi yg mengesankan dpt disampaikan dng menggunakan alat peraga, mslnya gambar.
(2)Penggunaan alat peraga itu utk menambah daya tarik.
(3)Alatxx peraga berupa musik kaset & dibunyikan mengiringi penyampaian pengalaman pribadi dpt menambah daya tarik, shg pendengar dpt turut menghayati suasana pengalaman itu.
Rupanya munculnya singkatan-singkatan yang bercetak miring di atas bermula pada keinginan untuk hemat dan cepat dalam menulis, kemudian menjadi kebiasaan yang sulit dihilangkan. Dalam hal ini "hemat dan cepat" tersebut tidak mendukung berbahasa yang baik dan benar.
Seharusnya kata-kata tersebut ditulis lengkap yaitu pada (1) yang, dapat, dengan, misalnya; (2) untuk; (3) alat-alat, dan, dapat, sehingga, dapat. Mulai saat ini juga kita tidak perlu membiasakan menulis kata-kata yang seharusnya tidak disingkat dengan cara menyingkatnya. Sekali dua kali kita menyingkatnya, kita akan terbiasa dengan "wabah" tersebut dan menularkannya ke teman-teman kita.
Lebih-lebih pada era teknologi komunikasi penggunaan handphone dengan layanan SMS-nya, para remaja sangat gencar menularkan "wabah" singkatan itu. Seribu satu macam singkatan dapat diciptakan dalam waktu yang singkat. Misalnya saja: t4 (singkatan tempat), 5f (singkatan maaf), 7an (singkatan tujuan), klo (singkatan kalau), seX (singkatan dari sekali), lom (singkatan belum), no'y (singkatan nomornya), dah (singkatan sudah). Tragisnya, singkatan-singkatan itu menyeruak begitu saja dari layar handphone dan menyerbu catatan-catatan pelajaran yang dibuat para siswa di sekolah. Bahkan pekerjaan siswa yang harus dinilai oleh guru pun tidak dapat terhindar dari singkatan-singkatan itu. Siapa lagi yang akan bertanggung jawab terhadap sikap menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia jika kondisi penggunaan bahasa Indonesia sudah sedemikian memprihatinkan?
Interaksi pendidik (guru) dan peserta didik (murid) yang dapat menunjang pelaksanaan misi pendidikan adalah dengan model kemitraan. Pendidik dan peserta didik merupakan mitra dalam mewujudkan insan yang cerdas komprehensif dan kompetitif. Sebagai mitra, pendidik dan peserta didik perlu menjalin komunikasi sosialyang akrab, kerja sama positif , kreatif, produktif, dan inovatif,serta sikap evaluatif timbal balik.
Pada umumnya kendala utama dalam kemitraan pendidik dan peserta didik adalah faktor psikologis. Ekses budaya kolonialisme dan paternalisme yang telah berurat berakar di Indonesia menempatkan interaksi pendidik dan peserta didik pada kesenjangan posisi sosial. Pendidik lebih banyak menempatkan dirinya sebagai sosok yang "berkuasa" atas peserta didiknya serta "serba benar" dan "serba pintar" di mata peserta didiknya.Sebaliknya peserta didik lebih banyak menempatkan dirinya sebagai sosok "penurut" kepada pendidiknya serta "serba kurang" dan "serba perlu dituntun terus-menerus" oleh pendidiknya. Kondisi yang demikian itu mengakibatkan komunikasi sosial kedua pihak kaku. Akibatnya pula, kegiatan belajar-mengajar mengkondisikan pendidik lebih aktif daripada peserta didik, bahkan sebagian besar peserta didik pasif. Kepasifan itu akan menghambat upaya kerja sama positif, kreatif, produktif, dan inovatif. Kegiatan saling mengevaluasi pun tidak akan terlaksana dengan baik.
Oleh karena itu, mengingat peserta didik itu sebagai pelaku pendidikan yang diharapkan menjadi keluaran (lulusan) pendidikan bercirikan cerdas komprehensif dan kompetitif, perlulah dicanangkan strategi peserta didik dalam upaya pencapaian lulusan itu. Strategi yang perlu dilaksanakan oleh peserta didik dalam tulisan ini dijabarkan dan dikembangkan berdasarkan renstra pendidikan yang ditetapkan oleh Depdiknas. Mengingat pendidik sebagai mitra peserta didik, perlulah pula strategi itu melibatkan pendidik.
Strategi Cerdas Spiritual
Dalam renstra pendidikan yang ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional, makna insan yang cerdas spiritual adalah insan yang beraktualisasi diri melalui olah hati/kalbu untuk menumbuhkan dan memperkuat keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia termasuk budi pekerti luhur dan kepribadian unggul. Kegiatan inti yang menunjang kecerdasan tersebut merupakan cara pembentukan kepribadian melalui pengolahan hati/kalbu. Pengolahan hati/kalbu ini berdasarkan agama, moral, etika, dan mental. Dalam hal ini kualitas keyakinan dan hati nurani merupakan modal utama.
Strategi cerdas spiritual yang dapat diterapkan peserta didik adalah menyerap, mengembangkan, dan memanfaatkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni budaya (ipteks) dengan berorientasi pada:
1.ibadah, iman, dan takwa kepada Tuhan Yang Mahaesa;
2.kewajiban asasi manusia selaku makhluk ciptaan Tuhan;
3.hak asasi manusia selaku makhluk ciptaan Tuhan;
4.kemaslahatan umat manusia dunia dan akhirat;
5.toleransi dan kerukunan umat beragama;
6.rasa cinta dan kasih sayang;
7.kedamaian dan kesejahteraan;
8.kejujuran dan keadilan;
9.pengabdian dan tanggung jawab;
Ketika peserta didik di dalam menyerap, mengembangkan, dan memanfaatkan ipteks sadar benar-benar bahwa semuanya itu dilakukan demi ibadah, iman, dan takwanya kepada Tuhan Yang Mahaesa, maka peserta didik akan menjadikan ipteks itu sebagai sarana untuk melaksanakan perintah-perintah Tuhan dan menjauhi larangan-larangan Tuhan seperti yang telah diwahyukan dalam kitab suci setiap agama. Ketika orientasi ibadah, iman, dan takwa sudah terlaksana, secara bertautan dan berkesinambungan orientasi yang lain pun dapat dilaksanakan dengan kesadaran akhlak dan integritas yang tinggi. Dengan demikian terbentuklah kepribadian unggul karena penguasaan dan penerapan ipteks oleh peserta didik diaktualisasikan untuk kehidupan beragama. Aktualisasi ipteks dalam kehidupan beragama tentu saja melalui akidah (keyakinan dasar/pokok), etika, akhlak, ibadah, dan muamalah (kemasyarakatan).
Strategi Cerdas Emosional
Insan Indonesia yang cerdas emosionalnya berarti mampu mengaktualisasikan diri dalam olah rasa untuk meningkatkan sensitivitas dan apresiasivitas akan kehalusan dan keindahan seni dan budaya, serta berkompetensi untuk mengekspresikannya. Modal utama dalam aktualisasi ini adalah kualitas estetika yang bertumpu pada kegiatan apresiasi, persepsi, dan kreasi seni budaya.
Sesuai dengan kurikulum Pendidikan Seni di sekolah, peserta didik perlu memahami benar bahwa Pendidikan Seni memiliki sifat multilingual, multidimensional, dan multikultural. Bila sifat-sifat tersebut dihubungkan dengan strategi cerdas emosional, kegiatan kompetensi yang perlu dilakukan peserta didik dapat dijabarkan sebagai berikut:
1.Berhubungan dengan Pendidikan Seni bersifat multidimensional, peserta didik perlu membudayakan kemampuan penyeimbangan fungsi otak kanan dan otak kiri (memadukan logika, kinestik etika, dan estetika) dengan cara:
a.menyerap langsung keindahan suatu karya seni melalui perasaan dan pancainderanya;
b.menyadari bahwa karya seni memiliki dimensi nilai yang bermanfaat bagi pengembangan kehidupan manusia;
c.berpartisipasi mencipta karya seni sesuai minat dan bakatnya dengan menerapkan nilai-nilai manfaatnya;
2.Berhubungan dengan Pendidikan Seni bersifat multilingual, peserta didik perlu membudayakan kemampuan mengaktualisasikan diri dan mengekspresikan diri melalui keindahan seni yang diminatinya. Sesuai dengan kurikulum Pendidikan Seni di sekolah, peserta didik dihadapkan pada pilihan seni: Seni Rupa, Seni Musik, Seni Tari, dan Seni Teater. Pilihan lain yang sesuai dengan kurikulum Bahasa dan Sastra Indonesia adalah Seni Sastra. Pembudayaan aktualisasi dan ekspresi diri ini dapat dilaksanakan secara bertahap:
a.Tahap internal yaitu berekspresi seni atau menghasilkan karya seni hanya untuk kepentingan diri sendiri. Kecenderungan tahap ini adalah curahan hati atau curahan perasaan saja, misalnya: menggambar sesuatu di buku, menyanyi atau bermain musik untuk menghibur diri sendiri, ikut berlatih menari atau bermain teater untuk mengisi waktu luang, dan menulis puisi di buku catatan sendiri;
b.Tahap ekternal yaitu berekspresi seni atau menghasilkan karya seni untuk diperagakan kepada orang lain agar orang lain mengapresiasinya. Misalnya, berkarya seni untuk acara pameran seni atau pergelaran seni yang disaksikan oleh masyarakat luas;
c.Tahap profesional yaitu berekspresi seni atau menghasilkan karya seni untuk dijual kepada orang lain. Kecenderungan tahap ini adalah kecakapan hidup (life skill), karya seni yang dihasilkan dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Misalnya, peserta didik dapat membuat lukisan, lagu, atau karya sastra (puisi/cerpen/naskah drama) kemudian dijual/dikirimkan ke penerbit surat kabar/majalah/tabloid yang sesuai. Bila dimuat, akan mendapatkan honorarium sebagai harga jual karya tersebut;
3.Berhubungan dengan Pendidikan Seni bersifat multikultural, peserta didik perlu menumbuhkembangkan kesadaran dan apresiasi terhadap keragaman budaya Nusantara dan mancanegara, dengan membudayakan bersikap:
a.menghargai dan menghormati budaya orang lain/bangsa lain;
b.bertoleransi terhadap tradisi yang dikembangkan budaya orang lain/bangsa lain;
c.mengutamakan persamaan hak, kewajiban, dan perlakuan terhadap semua orang meskipun terdapat perbedaan tradisi dan budaya;
d.beradab dengan membiasakan berbudi pekerti baik, sopan, dan halus, sesuai dengan hakikat kesenian yang mengutamakan keindahan rasa (estetis);
e.hidup rukun dalam masyarakat dan budaya yang beragam;
Strategi Cerdas Sosial
Insan yang cerdas sosial adalah insan yang mampu beraktualisasi diri melalui interaksi sosial, supel, dan pandai menyesuaikan diri dengan lingkungan. Kegiatan yang perlu diterapkan dan dikembangkan oleh peserta didik dalam strategi ini adalah:
1.membudayakan hubungan timbal balik yang positif dengan orang lain;
2.membudayakan sikap demokratis (mengutamakan persamaan hak, kewajiban, dan perilaku terhadap orang lain);
3.membudayakan sikap empatik (menghargai identitas dan keadaan perasaan/pikiran orang lain) dan simpatik (memiliki rasa kasih sayang kepada orang lain dengan turut serta merasakan perasaan orang lain tersebut);
4.menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia dengan menyadari bahwa seluruh manusia diciptakan oleh Tuhan dengan kodrat dan fitrahnya yang sama di hadapan Tuhan, serta memiliki hak hidup yang sama;
5.membudayakan sikap percaya diri, ceria, dan ramah kepada orang lain, sehingga pergaulan menjadi menyenangkan dan kerukunan terbina;
6.menghargai keragaman dan perbedaan dalam pergaulan di sekolah, keluarga, dan masyarakat, sehingga tumbuh sikap toleransi dan tenggang rasa;
7.membudayakan wawasan kebangsaan dengan keutamaan kesadaran akan hak dan kewajiban warga negara;
Strategi Cerdas Intelektual
Insan yang cerdas intelektual adalah insan yang mampu beraktualisasi diri melalui olah pikir untuk menguasai, menerapkan, dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi secara kritis, imajinatif, kreatif, produktif, dan inovatif. Kegiatan yang dapat dilaksanakan peserta didik untuk memperoleh kecerdasan intelektual dapat dijabarkan sebagai berikut:
1.membudayakan kegiatan membaca berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi;
2.membudayakan kegiatan menulis berdasarkan ilmu pengetahuan atau teknologi yang diminati dan dikuasainya;
3.membudayakan kegiatan presentasi dari hasil membaca dan tulisan yang disusunnya untuk didialogkan atau didiskusikan;
4.membudayakan pemanfaatan seluruh fasilitas dari yang berteknologi sederhana hingga berteknologi modern secara positif dan bertanggung jawab untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
5.membudayakan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang diperolehnya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dirasakan benar-benar manfaatnya;
6.membudayakan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui praktik-praktik keilmiahan yang kreatif untuk menghasilkan media atau sarana yang manfaatnya dapat digunakan langsung oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari;
7.membudayakan sikap inovatif dengan cara berusaha menemukan hal-hal yang baru dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi demi pengembangan dan kemaslahatan kehidupan;
Strategi Cerdas Kinestetis
Insan yang cerdas kinestetis adalah insan yang mampu mengaktualisasikan dirimenjadi insan adiraga melalui olah raga untuk menciptakan kesehatan, kebugaran, daya tahan tubuh, kesigapan,keterampilan, dan ketrengginasan. Kegiatan yang dapat dilaksanakan peserta didik untuk memperoleh kecerdasan kinestetis dapat dijabarkan sebagai berikut:
1.membudayakan olah raga ringan (jalan kaki, senam, dan jogging) sekurang-kurangnya satu kali dalam seminggu untuk melatih kerja otot dan jantung demi mencapai stamina tubuh, kesehatan, dan kebugaran;
2.memilih sekurang-kurangnya satu jenis olah raga permainan (bulu tangkis, tenis meja, tenis lapangan, dan sejenisnya) serta dilakukan sekurang-kurangnya dua kali dalam sebulan sebagai pengembangan olah raga ringan untuk rekreasi yang menyehatkan sekaligus melatih kesigapan dan ketrengginasan;
Insan Indonesia yang Kompetitif
Pada era globalisasi dan pasar bebas dengan ciri-ciri masyarakat industri yang unggul dalam memanfaatkan teknologi industri serta teknologi informasi dan komunikasi modern, sangatlah penting adanya kualitas sumber daya manusia Indonesia dengan kecerdasan komprehensif yang mampu mandiri dan bersaing dengan bangsa-bangsa lain. Persaingan antarbangsa semakin tinggi untuk mewujudkan masyarakat madani, yaitu masyarakat berperadaban tinggi dengan teknologinya, demokratis, taat dan konsekuen terhadap hukum dan perundang-undangan, melestarikan keseimbangan lingkungan, menjunjung tinggi hak asasi manusia, serta senantiasa berlandaskan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Mahaesa.
Oleh karena itu, untuk mempersiapkan diri dalam persaingan tersebut, peserta didik perlu memiliki strategi yang dapat dijabarkan sebagai berikut:
1.membudayakan dan meningkatkan kepribadian ungguldengan ciri utama mental dan spiritual yang kuat;
2.membudayakan dan meningkatkan semangat juang yang tinggi dan pantang menyerah untuk mencapai keunggulan, kedamaian, keadilan, dan kesejahteraan umat manusia;
3.membudayakan dan meningkatkan kemandirian sehingga tidak bergantung kepada pihak lain dalam mencapai keunggulan lahir dan batin;
4.membudayakan dan meningkatkan kemampuan untuk menjadi sumber daya manusia pembangun jaringan kegiatan positif untuk mencapai keunggulan lahir dan batin;
5.membudayakan dan meningkatkan kemampuan kreatif, produktif, dan inovatif demi kemaslahatan umat manusia;
6.membudayakan dan meningkatkan kesadaran akan kualitas dengan orientasi global;
7.membudayakan dan meningkatkan diri sebagai pembelajar sepanjang hayat untuk mencapai kesempurnaan hidup lahir dan batin.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa untuk mencapai kualitas insan Indonesia yang cerdas komprehensif dan kompetitif, peserta didik perlu senantiasa membina, membudayakan, dan meningkatkan kompetensinya dan kecakapan hidupnya (life skill) di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya, serta diperkuat oleh kesehatan jasmani dan mental-spiritual yang tinggi dengan kesadaran hidup beragama, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang tinggi pula.
Semoga uraian di atas dapat dilaksanakan secara nyata, khususnya oleh para peserta didik di sekolah dan bermanfaat untuk mewujudkan masa depan yang baik duniawi dan uhrawi. Amin.
(Ustadji Pantja Wibiarsa, Penulis adalah Guru SMP Negeri 23 Purworejo, Jawa Tengah)
Perempuan itu selalu saja merasa setiap hari, senja datang terlalu cepat. Angin yang jekut mengabarkan tanah berbukit-bukit meremukkan perjalanan angin, hingga kebekuanlah yang sampai sebagai belaian di urai rambut panjangnya. Kursi-kursi santai dan mejanya, pot-pot dan tanaman bunganya, serta relief dinding Rama-Sinta di beranda depan, akrab dengan basah dingin. Lampu-lampu menyala, tetapi selalu saja bercerita keredupan. Lalu selalu saja desah sebagai luapan sesuatu yang menindih jiwa begitu berat.
Sesungguhnya, ia tak harus merasa begitu, karena telah diberi kebebasan. Setidak-tidaknya dia telah mencoba bebas melukis angan-angan. Suatu wilayah yang sebenarnya entah, tetapi kuasa menjadikannya apa pun, siapa pun, di mana pun, bagaimana pun. Suatu saat ia menjadi sungai, airnya mengalir. Mengalir terus, hingga berpeluk dengan samudra. Suatu saat yang lain, ia menjadi penari. Meliuk-liukkan tubuh diiringi musik slow juga musik hingar bingar. Di dalam kamar, di panggung, di taman, di jalan-jalan, di kantor-kantor. Jika perlu dengan tubuh polos menggiurkan. Pada suatu malam, iamenjadi alam yang dijelajahi oleh petualang, juga menjadi harimau ganas menerkam-nerkam. Suatu hari ia menjadi alam semesta seisinya. Lalu menjadi sorga, juga neraka. Lantas menjadi setan, malaikat, bahkan Tuhan sekalian.
"Kenapa mesti kaularang aku untuk menjadi segala yang kuinginkan? Kau sendiri dengan seenaknya menjadi api yang menghangusarangkan kehidupan, lalu menjadi gempa bumi yang meluluhlantakkan kehidupan, lalu menjadibanjir bandang yang menenggelamkan kehidupan!"Ia menyalak keras. Dulu, sebelum kunci ada padanya.
"Kau istriku!"
"Aku gendakanmu!"
"Tapi kau sendiri telah berikrar, kau adalah bagian dari hidupku dan aku adalah bagian dari hidupmu!"
"Bukankah kau sendiri yang telah mengharcurleburkan ikrar itu? Kauperah aku sebagai sapi perahmu. Kautunggangi aku sebagai kuda pacuan di arena judimu. Kaubidikkan aku sebagai anak panah menghujam jantung buruanmu. Kauumpankan aku sebagai daging merah pada rakus harimaumu. Kautanam aku sebagai biji di ladang hompimpahmu."
Lalu segalanya berubah sejak itu. Ia memasuki perjalanan hidup antara belenggu dan kebebasan. Lelaki yang telah sekian tahun membawanya dalam berbagai musim itu telah menyerahkan kunci rumah kepadanya.
"Terserah kau sekarang. Kunci telah ada di tanganmu. Sebagaimana rumah yang lain, rumah kita ini dari musim ke musim tentu ada bagian-bagian yang lekang atau lapuk. Setiap berganti musim perlu ada perbaikan-perbaikan. Bahkan perlu ada penggantian dan penambahan di sana-sini. Kunci di tanganmu untuk membuka atau mengancing pintu rumah. Pintu bukan menentukan ke mana rumah itu menghadap. Pintu bukan sekedar jalan masuk atau keluar. Pintu adalah juga gerbang menuju hakikat, tidak bergantung pada masuk atau keluar."
*
Perempuan itu selalu saja merasa setiap hari, senja datang terlalu cepat. Beranda depan mendengungkan kidung kabut yang bergulung-gulung merayap dari punggung-punggung bukit.Desahnya membentur pintu ketika ia memutuskan akan masuk ke dalam rumah. Dari duduk di beranda depan ke duduk di ruang tamu. Tapi selalu saja ada gemuruh gelisah menyerbu. Senja tentu merayap ke malam. Kunci ada di tangannya. Ia akan masuk, membiarkan pintu tetap terbuka, memberikan kebebasan aroma malam mencipta pagelaran di dalam rumah. Ataukah menutup pintu dan menguncinya rapat-rapat, menolak kabut malam bertingkah di dalam rumah, karena rumah masih memerlukan perbaikan, penggantian, bahkan penambahan di sana-sini?
Aroma malam yang berkabut lahir dari penderitaan karena pemaksaan dan penindasan. Aroma malam berkabut yang lama-kelamaan mendesak-desakkan dendam dan pemberontakan. Sesungguhnya, ia sangat bisa menerima sebab-akibat kelahiran dan desakan itu. Siapa pun akan menderita karena terus-menerus kehilangan hak-haknya. Dirampas hak-haknya untuk dapat mengenyam kehidupan layak. Keluhuran manusia sebagai makhluk sosial bagai tiang lapuk dan rapuh manakala berhadapan dengan kepentingan-kepentingan pribadi. Manakala sang pencipta penderitaan itu semakin bersekutu dengan iblis, sedangkan si korban tak lagi setegar batu karang di geram badai lautan, akibatnya adalah magma yang siap menyembur dahsyat dari perut bumi.
"Jangan kaututup pintu itu! Jangan kaukunci! Biarkan rumahmu terbuka menerima kehadiranku," ucap pemuda dari masa lalunya yang bergegas melangkah naik ke beranda rumah mewahnya. Sekejap kemudian, kabut sergap-menyergap di ruang tamu hingga di ranjang kamar biru. Tak jekut, tapi berpagut dalam bara. Membakar. Lalu reda.
"Untuk kesekian kalinya aku ingin menjemputmu. Tinggalkan dia!"
"Aku masih istrinya."
"Kau gendakannya."
"Masih ada sisi yang luhur dalam dirinya, meskipun dia telah iblis."
"Akan sangat luhur jika kau bergabung dengan kami melawan mereka. Dulu kau bagian dari kami. Sekarang pun kami masih menempatkanmu bagian dari kami. Kau lahir di tanah perbukitan ini. Menghirup udara perbukitan ini. Minum air perbukitan ini. Makan hasil perbukitan ini. Ingatlah masa kecil yang begitu indah saat menelusuri lekuk liku perbukitan ini. Ingatlah masa remaja yang dibalur rasa cita dan cinta di perbukitan ini."
Perempuan itu melayang-layang terbuai nyanyian nostalgia yang indah meluncur dari mulut dan nurani sang pemuda.
"Kami sangat bahagia dan sangat menaruh harapan yang besar saat kau memutuskan untuk kembali ke sini setelah menamatkan pendidikan tinggimu di kota. Cita-citamu luhur waktu itu, membangun tanah lahirmu, membawa kehidupan para petani di sini ke taraf kehidupan yang lebih baik. Baru beberapa langkah kaulakukan bersama kami, kau telah dirampas paksa dari kami oleh iblis itu. Sayangnya, kau tak sadar waktu itu bahwa kau akan dimanfaatkan olehnya dan kelompok orang asingnya untuk mengeruk kekayaan perbukitan ini."
"Cukup. Tak usah kaulanjutkan. Aku sudah sangat tahu. Sekarang pulanglah. Sebentar lagi mungkin dia datang."
"Kau menantinya?"
"Dia masih suamiku."
"Aku mampu menjadi suamimu."
"Pulanglah."
Kembali perempuan itu sendiri di ruang tamu, lalu di ranjangnya, setelah mengunci semua pintu. Benarkah telah menguncinya? Semuanya? Berarti rumah telah tertutup bagi lelaki yang mungkin sebentar lagi datang? Ia bimbang. Ia merasa sudah selayaknya ia tutup rapat-rapat seluruh pintu bagi lelaki itu. Lelaki yang dengan kekuasaan dan kekayaannya begitu mudah membeli seluruh lahan di perbukitan, bahkan membeli seluruh ketakberdayaan dan kebodohan penghuni perbukitan, lalu menjualnya kembali kepada pihak asing. Lelaki yang sebenarnya dulu ia letakkan di pundaknya harapan untuk mewujudkan cita-citanya, tetapi akhirnya berbohong dan berkhianat. Lelaki yang telah menyorongnya ke dalam labirin pilihan yang amat sulit.
"Dia masih suamiku…" gumamnya. Sudah selayaknya ia menantikan kedatangannya dengan pintu-pintu yang terbuka sepenuhnya. Menyambut, menerima, dan memelukciumi segala kelebihan dan kekurangannya. Kekurangan akan dilunasi oleh kelebihan. Dari proses pelunasan akan ditemukan perbaikan, bahkan penggantian bagi yang lekang atau lapuk. Dari proses perbaikan dan penggantian itu akan ditemukan keputusan untuk penambahan demi semakin baik atau semakin lengkap. Itulah rumah yang harus ia bina.
"Aku harus membukakan pintu-pintu sepenuhnya untuknya…"gumamnya. Ia merasa lelaki itu sedang dalam kesulitan sejak semula. Ia tak percaya lelaki itu begitu saja menyediakan dirinya sebagai pemaksa atau perampas. Ia pertama kali mengenal lelaki itu sebagai seorang yang sangat idealis, sama seperti dirinya. Ia sangat cocok dengannya. Jika dalam perkembangannya lelaki itu menjadi iblis, ia yakin dunia asinglah yang mencekokinya. Hingga lelaki itu diperbudak oleh dunia asing itu. Ia berkeputusan, lelaki itu perlu dibasuh, dimandikan, agar daki-daki dari dunia asing mengelupas dan rontok.
Ia beranjak, menuju kamar mandi. Memutar kran. Menghangatkan air bak. Ia siapkan handuk dan waslap lembut, serta pakaian ganti yang bersih, telah diseterika, dan harum. Ia hangatkan lagi nasi dan sayur yang telah dimasaknya sore tadi. Ia siapkan meja makan dengan keromantisan bunga. Ia siapkan ruang keluarga dengan pilihan siaran televisi acara keluarga sakinah. Ia siapkan kamar tidur dan ranjangnya dengan kelembutan wangi. Ia siapkan dirinya dalam kecantikan lahir-batin. Ia beranjak, membuka pintu depan sepenuhnya. Bersiap menyambut lelaki itu. Harapannya memawar mekar. Kunci ada padanya. Hakikat pintu dan rumah digenggamnya.
Namun lelaki itu tak pernah datang. Ia hilang secara misterius bersama direktur utama agroindustri yang orang asing itu. Pihak yang berwajib berusaha melacaknya. Lalu menginterogasi dan menangkapi para pemuda yang dicurigai.
*
Perempuan itu selalu saja merasa setiap hari, senja datang terlalu cepat. Dan senja terlalu cepat merambat ke malam. Dan kabut dari punggung-punggung bukit terlalu cepat bergulung-gulung mengepung. Lalu menyergap terlalu cepat.
Dengan jemari nyaris beku, ia tutup seluruh pintu. Tak ada lagi kehadiran yang dinantikannya. Kunci tetap ada padanya.
O, bumi gonjang-ganjing langit kelap-kelap, sungsang buwana balik kalintang-lintang.
Bumi sudah miring. Jika kamu ikut-ikutan miring, kamu akan lenyap. Biarkan bumi terbalik, kamu tetap setegar karang.
O, surem-surem diwangkara kingkin. Jika kamu cuma merem tak akan pernah yakin.
O, bunder-bunder uler mlungker, enthung; endi lor endi kidul. Beri tahu arah jangan ngibul.
O, lha dalah bojleng-bojleng, dhegleng. Sudah diberi tahu malah mengleng.
Maka terjadilah yang terjadi. Di bumi cuma kucing. Kucing dan kucing. Mana jalan kanan, mana jalan kiri, theot repot. Repot dan repot. Kabeh-kabeh serba repot.
Lihatlah! Di mana-mana kucing!
O, …
(GEROMBOLAN KUCING DATANG. MENYERBU JEJALANAN. MEONGNYA MEMBAHANA. MENGGETARKAN. KEMUDIAN MEREKA MENEMPATI SUDUT-SUDUT GELAP. TAK LAMA LAGI, MUNCUL KUCING JANTAN MENCARI-CARI KUCING BETINA, KEKASIHNYA.)
2. KUCING JANTAN:
Meooong…meooong…meooong…
Hai, Cewek. Di situkah kamu? Keluarlah dari persembunyianmu. Temui aku. Aku rindu.
Meooong…
3. KUCING BETINA:
(OFF STAGE) Meooong…
4. KUCING JANTAN:
Meooong…Kemarilah, sayang…
5. KUCING BETINA:
(OFF STAGE) Aku malu…
6. KUCING JANTAN:
Malu? Kenapa malu? Kamu tidak telanjang kan?
7. KUCING BETINA:
(OFF STAGE) Tidak.
8. KUCING JANTAN:
Kalau kamu tidak telanjang, kenapa mesti malu? Kemarilah, sayang. Rinduku sudah melangit.
9. KUCING BETINA:
(MUNCUL, RAGU-RAGU, TOLAH-TOLEH) Apakah kamu diikuti?
10. KUCING JANTAN:
Diikuti siapa?
11. KUCING BETINA:
Kyaine Macan
12. KUCING JANTAN:
Kenapa dia mesti menguntit aku?
13. KUCING BETINA:
Sst! Jangan keras-keras. Kemarin Kyaine mengancam aku. Kalau dia memergoki kita sedang pacaran, dia ngancam mau nimbrung. Masak kita mau pacaran bertiga.
14. KUCING JANTAN:
Hah! Apa dia belum kapok? Dulu dia memang berkuasa. Dulu dia raja hutan. Sekarang tidak. Dia itu sudah tidak punya gigi lagi di bumi ini.
15. KUCING BETINA:
Kamu keliru. Dia masih punya gigi. Kemarin malam aku digigitnya.
16. KUCING JANTAN:
Kurang ajar! Bagian mana yang digigit?
17. KUCING BETINA:
Ini… Lalu…
18. KUCING JANTAN:
Bagian mana lagi?
19. KUCING BETINA:
Ih, malu, ah…
20. D A L A N G:
We, lha dhalah, bojleng-bojleng! Hei, Kucing Betina. Kalau begitu kamu sudah selingkuh. Buktinya baru saja kamu malu-malu kucing! Wah, kamu benar-benar sudah ikut-ikutan miring. Ayo, ngaku. Kamu sudah selingkuh, ya?
21. KUCING BETINA:
Tidak. Siapa yang selingkuh?
22. D A L A N G:
Jangan mungkir. Aku lihat dengan mata kepalaku sendiri, kamu berhahahihi dengan Kyaine.
23. KUCING BETINA:
Siapa yang berhahahihi?
24. D A L A N G:
E, masih ngeyel. Kamu harus ngakoni bahwa kamu itu selingkuh. Lha wong dalam naskahnya ini kamu itu ngakoni, kok masih ngeyel. Hayo, ngaku! Kamu selingkuh, ya?
25. KUCING BETINA:
Tapi aku punya hak untuk membela diri kan?
26. D A L A N G:
Apa pembelaanmu, he?
27. KUCING BETINA:
Sudah lama aku sangat memimpikan kedudukan. Kyaine akan memberiku kedudukan, jabatan sangat penting dan strategis di roda pemerintahan kucing. Aku masih belum puas dengan kekayaan yang kumiliki sekarang ini. Dengan jabatan itu aku bisa menimbun kekayaan sampai anak pinakku. Tidak usah kalian khawatir, aku akan tetap berlaku adil. Aku akan tetap memikirkan hidup kalian, memakmurkan hidup kalian. Maka, kuakui, aku selingkuh dengan Kyaine karena ingin mewujudkan keinginan luhurku itu.
28. D A L A N G:
Nah, begitu! Sekarang, tinggal kamu, Kucing Jantan. Bagaimana kamu harus bersikap?
29. KUCING JANTAN:
Aku harus bersikap, Pak Dalang?
30. D A L A N G:
Lha, iya. Bagaimana kamu itu? Meski kamu generasi kucing, kamu harus punya prinsip. Jangan asal ngawur. Meang-meong saja, kerah, rebutan harta jabatan, dan kawin melulu.
31. KUCING JANTAN:
Kalau aku harus bersikap, tunggu dulu, ya, Pak Dalang. Aku harus menginterogasi dulu pacarku.
32. D A L A N G:
Silakan!
33. KUCING JANTAN:
Sayangku, kamu tampak makin cantik saja. Aku makin sayang saja sama kamu. Jika kamu rembulan, aku langitnya. Jika kamu kapas, aku kainnya.
34. KUCING BETINA:
Ah, aku merasa tersanjung. Dan kamu memang puitis. Hidupmu penuh dengan puisi, hingga aku bisa membaca larik-lariknya. Imajinasiku jauh mengembara ke negeri-negeri indah.
35. KUCING JANTAN:
Sayangku, kamu adalah kucing cewek yang istimewa. Jarang kucing cewek yang mampu berimajinasi. Sayangku, jika kamu ahli berimajinasi, sekarang aku tanya. Bagaimana sih rasanya selingkuh itu?
36. KUCING BETINA:
(MENARI DENGAN GEMULAI, MEMIKAT, NAMUN MENYIMPAN KEKUATAN HITAM DAN KECULASAN)
Ah, selingkuh itu begitu indah. Seperti bunga mekar. Seperti tetes embun. Seperti api berkobar membakar perkampungan. Seperti darah berceceran di medan perang. Ah, betapa indahnya…
37. KUCING JANTAN:
Ah, betapa indahnya. Memukau…
Kalau begitu, ajari aku selingkuh, sayangku…
38. KUCING BETINA:
Mari kuajari…
39. KUCING JANTAN:
(TURUT MENARI GEMULAI MENGIMBANGI KUCING BETINA)
Pelan-pelan saja, biar benar-benar kuresapi. Jika nanti aku sudah selingkuh, aku berharap dapat jabatan strategis. Dan aku akan menumpuk kekayaan. Tapi kalian tak usah cemas, aku tetap bercita-cita luhur, memakmurkan kalian semua.
(KUCING JANTAN MENYAMBUT ULURAN TANGAN KUCING BETINA. KEDUANYA BERDANSA. LALU MUNCUL KYAINE MACAN)
40. KYAINE MACAN:
Wahai, engkau yang dicahayai keruh dan riuh selingkuh! Sukmaku akan menggelinjang-gelinjangkanmu dalam keindahan hawa nafsu harta, takhta, dan syahwat menyatu dalam kubur-kubur terbuka penuh bangkai meleleh. Oh, indah dan nikmatnya! Bersiaplah! Akusegera menukik tajam di kedalaman relung kalbumu.
41. KUCING BETINA DAN KUCING JANTAN :
Kedalaman relung kalbuku telah tebuka sepenuhnya untukmu.
(KYAINE MACAN BERGABUNG BERDANSA. GEROMBOLAN KUCING LAIN BERGABUNG PULA. PARA KUCING DAN KYAINE MENCIPTA PAGELARAN SELINGKUH.)
42. D A L A N G:
(TERKEJUT SETENGAH MATI) We, lha dhalah, bojleng-bojleng! Semua sudah miring!
Dasar macan dan kucing!
Duh, Gusti Yang Maha Agung. Dunia kucing pun makin penuh kabut hitam.
Berilah hamba-Mu ini kekuatan melalui gunungan-Mu ini!
Sura dira jayaningrat lebur dening pangastuti!
Ngudi janma utama!
(DALANG MENGGETARKAN GUNUNGAN DAN MENARI-NARIKANNYA DENGAN GERAK-GERAK KEINDAHAN. DARI ARAH LANGIT MUNCULLAH BADAI. PARA KUCING DAN KYAINE MACAN DIHEMPAS BADAI. HANCUR LEBUR. LENYAP.)
Selamat datang di blog bertoreh "Mengepakindahkan Sayap Kreasi" ini. Dengan keluasan langit terbuka, sayap mampu berkepak jauh di ketinggian. Namun sesungguhnya, dari lubuk hati terdalam, berkeinginan terbang rendah saja, agar mata lahir dan mata batin lebih awas menggauli kenyataan yang terbentang di bumi tercinta.
Keterangan Tampilan Slide
Wayang kulit (Didownload dari sumber berbagai situs web wayang kulit, dan diupload kembali oleh UstadjiPW demi pelestarian budaya dan penyebaran informasi kepada generasi muda Indonesia, khususnya generasi muda Jawa yang sudah tidak paham terhadap kesenian wayang kulit.)
Ustadji Pantja Wibiarsa, lahir di Yogyakarta, 4 Agustus 1961. Alumnus IKIP Semarang jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia S1. Karya-karyanya berupa puisi, cerpen, artikel, cerita anak, dongeng, dan naskah lakon, dalam bahasa Indonesia dan Jawa. Mempublikasikan karya-karyanya di berbagai media massa dan antologi.